Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha
Lamat-lamat kumelirik setiap jengkal dan sudut-sudut lorong yang kulalui. Tempat remang-remang seperti ini sering kudapati dalam film-film. Namun kini aku benar-benar ada di dalamnya. Gamang aku.
“Lu pada sering ke sini?”
“Yaa seminggu sekali lah Ren, kalau setiap hari ya bangkrut lah kita. Mau kasih makan apa anak bini hahahaha”.
Tempat karaoke macam ini ternyata mempunyai banyak room yang bervariasi vasilitasnya sesuai harga yang telah disematkan. Dari harga yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Kami memilih room kelas tengah. Dua layar TV kanan kiri yang menampilkan video klip dan lirik lagu yang kami nyanyikan dan satu layar TV di tengah untuk memilih lagu yang akan kami dendangkan nantinya.
Setengah jam berlalu. Meja sudah penuh dengan botol-botol minuman juga cemilan-cemilan macam kentang goreng dsb. Aku hanya ingin bernyanyi saja, tak ada melintas dalam benakku untuk menuangkan bahkan meneguk minuman yang sedari tadi diminum Bobi, Toni dan Ryan secara bergiliran. Aku tahu minuman itu tidak boleh diminum.
Satu jam sudah tak terasa. Sekonyong-konyong sesosok perempuan masuk lantas menyalami kami semua. Rambutnya hitam tergurai, tingginya semampai, suaranya lirih. Sepertinya perempuan ini akrab sekali dengan Toni, Bobi, dan Ryan dalam benakku.
Dari Bobi aku tahu, Jheany namanya. Dia adalah pacarnya Toni. Pantes saja sedari tadi Toni terlihat paling akrab dengan Jheany.
Aku bergeming, tak menggubris Jheany. Toh lebih baik aku berdendang ria menyanyikan lagu-lagu kesukaanku, melepas penat setengah hari penuh mengajar di asrama.
Di dalam room ini waktu benar-benar tak terasa. Kini tiga jam sudah kami bersenang-senang. Makanan dan minuman di atas meja telah habis ludes tak tersisa. Dari kami berlima hanya aku dan Bobi yang masih berdiri tegak. Toni, Ryan, dan Jheany telah tumbang. Mereka teler sejadi-jadinya.
Bobi pergi keluar room untuk melunasi bill. Sementara aku ditugasinya untuk menyadarkan mereka yang sedang tak karuan. Dengan nyawanya yang masih setengah sadar. Jheany berjalan sempoyongan menghampiriku, Toni ditinggalkannya begitu saja terkapar di lantai ruang ini tak sadarkan diri.
“Eh Jhen kenapa lo?”. Dengan keadaan seperti itu aku pun menuntunnya dan kududukan Jheany di atas sofa. Keadaannya payah sekali, menyangga tubuhnya untuk duduk saja anggak kuat. Jheany ambruk. Kini kepalanya berada di atas pangkuanku.
“Waduh kenapa payah ini bocah”. Gumanku.
Selagi aku terus menyadarkannya. Jhen, Jhen, Jhen, sadar woi ayo balik. Tiba-tiba dia menggenggam tanganku lantas berkata.
“Ren, lo belum nge-save No gua kan. Sini handphone lo, biar gua save-in No gua”. Ngelantur ini cewek, ujarku.
Lekas kuberikan handphone-ku lantas kubergegas untuk menyadarkan yang lainya. Aku enggak mau Bobi memergokiku sedang mengobrol sama Jheany dengan kepalanya yang berada di atas pangkuanku.
**
“Bentar ya sayang, ada suara motor datang. Aku matiin dulu nanti aku telepon pagi”. Ada suara deru motor parkir di depan kamarku. Tidak salah lagi, itu pasti Toni.
“Woi Ren, abis ngapain lo?”
“Abis dari belakang Ton, buang air besar. Ngapain lo tengah malam gini ke sini?”.
“Halah alesan, lo pasti abis telepon-teleponan sama Jheany kan di belakang. Dari tadi gua nelepon Jheany keterangannya dalam panggilan lain”.
“Gua abis buang air besar Ton di belakang. Ngapain gua telepon-teleponan sama Jheany, dia kan cewek lo. Masak iya gua nelepon-nelepon cewek lo.”
“Ngeles lagi, mana HP lo sini gua liat”.
“Iya periksa aja, gua ini temen lo Ton. Mana mungkin gua nikung cewek temen sendiri”. Log panggilan sudah kuhapus sebelum aku keluar menemuinya. Walhasil Toni enggak nemuin bukti kalau sebelum ini aku telepon-teleponan sama Jheany.
“Gua tau lo diem-diem ngejalin hubungan sama Jheany di belakang gua. Tunggu waktu aja, sampai gua dapat buktinya. Gua habisin lo Ren” Toni melongos pergi tanpa pamit setelah mengeluarkan ancaman itu.
Setelah kejadian Jheany menyimpan nomor teleponnya di handphone-ku kerap kali kami menjalin komunikasi secara diam-diam di belakang Toni. Beberapa kali aku dan Jheany juga sering mencuri kesempatan untuk bermesraan berdua ketika sedang nge-room. Tentu ketika keadaan Toni sedang tumbang tak sadarkan diri.
Beberapa kali juga aku dan Jheany sempat pergi jalan ke bioskop juga beberapa cafe untuk sekedar nongkrong dan bertemu. Semua itu kami lakukan diam-diam tanpa sepengetahuan Toni. Memang aku tidaklah bisa disebut dengan seorang teman. Menikam dibalik punggung Toni.
**
“Ren” Suara Jheany terdengar sesenggukan di seberang sana.
“Kamu kenapa Jhean? Kok nangis?”.
Jheany semakin menangis sejadi-jadinya tidak menjawab pertanyaanku.
“Jhean, kamu baik-baik aja kan? Kamu kenapa nangis? Jhean, Jheany”.
Lagi-lagi Jheany tidak menjawab pertanyaanku dan hanya terdengar suara tangisannya di seberang sana.
“Jhean, kamu sekarang tenang dulu. Kamu jawab pertanyaan aku, kamu sekarang lagi ada di mana?”.
Satu detik, dua detik, lima detik, tujuh detik akhirnya Jheany menjawab pertanyaanku dengan suara tersenggal.
“Aku di hotel Ren, hotel Three B. Aku gk mau ren, aku putus asa, aku gk siap ngelanjutin hidup aku lagi”. Suara tangisan Jheany semakin meledak terdengar jauh di sana.
Jantungku berhenti berdetak mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Jheany.
“Kamu tenangin diri ya Jheany, jangan bertidak yang membahayakan diri kamu sendiri. Aku ke sana sekarang juga. Ya aku mohon Jheany jangan bertindak yang membahayakan diri kamu, aku ke sana. Aku yakin kamu pasti kuat, kamu pasti bisa”. Seyogianya aku masih belum tahu masalah apa yang sedang dialami Jheany, namun aku berusaha meyakinkannya. Aku tidak mau dia bertindak ceroboh lantas membahayakan dirinya sendiri.
Aku mengendarai motor sekencang-kencangnya. Hampir saja aku oleng lantas menabrak seseorang yang sedang menyeberang lantaran aku menerobos lampu merah. Yang ada dalam pikiranku hanya Jheany, kini sekarang dia sedang hancur dan remuk redam. Aku harus segera menemuinya.
Sesampaiku di Hotel Three B aku langsung menuju lobi dan menanyakan kamar Jheany. Yang benar saja, kamar Jheany berada di ujung bukit yang paling tinggi. Aku yakin jika aku terlambat datang menemuinya, Jheany akan mengakhiri hidupnya dengan menerjunkan dirinya dari atas balkon kamarnya itu. Aku harus bergegas mencegahnya.
“Jheany” kudobrak pintu kamar itu.
Jheany telah berada di Balkon kamarnya dan jarak satu meter lagi dia akan benar-benar melompat dan mengakhiri hidupnya.
“Berhenti Jheany, apa yang kamu lakukan”.
Tepat ketika satu kakinya telah terangkat untuk kemudian menjatuhkan tubuhnya ke tebing bukit yang curam ini, aku menarik tangannya dan kami jatuh tersungkur di balkon itu menghantam meja dan kursi plastik.
Sejenak Jheany memandangku, matanya bengap, bibirnya gemetar, lantas ia kalap, kemudian pingsan.
Sedetik saja aku terlambat, aku sudah tidak akan pernah melihatnya lagi untuk selama-lamanya.
Aku membopongnya, menidurkannya di atas kasur. Apa yang telah terjadi pada Jheany. Kenapa tiba-tiba dia ingin mengakhiri hidupnya begitu saja.
Aku menungguinya sembari menerka-nerka segala kemungkinan yang mungkin terjadi.
Menjelang maghrib Jheany sadarkan diri.
“Kamu sudah sadar Jhen, ini minum air dulu biar kamu agak tenang.”
Aku tidak ingin menanyai Jheany dulu perihal apa dia ingin mengakhiri hidupnya. Dia baru sadarkan diri.
“Toni Ren, Toni”. Tiba-tiba Jheany menyebut nama Toni. Padahal aku ingin dia untuk menenangkan diri terlebih dahulu.
“Iya Jhen, kamu nanti aja ya ceritanya. Sekarang kamu tenangin diri terlebih dahulu”.
“Toni kurang ajar Ren”. Jheany kembali menangis tersedu sedan.
“Kurang ajar gimana Jhean? Toni kan sayang sama kamu”.
“Semalam Toni ngajak aku nge-room sama teman-temannya luar kota. Dia ngejoki aku sampek mabuk banget. Terus bangun-bangun aku udah di sini Ren, pakaianku udah tertanggal. Aku mual-mual, terus tadi aku beli test pack di Indomaret. Aku Hamil Ren, aku hamil.”
Aku tersedak air liurku sendiri seketika itu. Jantungku berhenti berdetak, nadiku ayal. Aku tak bisa berkata apa-apa. Bangsat Toni dalam benakku.
“Toni sudah menghamili aku Ren, Toni jahat Ren. Toni jahat”. Aku dekap Jheany erat-erat. Kubiarkan dia meluapkan semua amarahnya kepadaku. Aku menangis dalam diam, kenapa ini bisa terjadi pada Jheany”.
Tak sengaja aku menemukan satu kertas terselip di bantal kasur Jheany, aku membukanya. Benar saja, surat ini dari Toni.
“Teruntuk Jheany yang aku cintai.
Aku mencintaimu Jhean, teramat mencintaimu melebihi siapa pun itu yang mencintaimu. Bahkan mungkin cintaku teruntukmu lebih besar dari rasa cinta Tuhan sendiri yang telah menciptakanmu.
Sangking cintanya aku kepadamu Jhean, aku sakit hati ketika mengetahui kamu menjalani hubungan diam-diam dengan Rendy. Rendy temanku Jhean, dan dia melakukan itu semua.
Aku tahu semua itu. Namun, hingga saat ini aku masih belum bisa memberikan bukti bahwa kalian berdua melakukannya. Kalian melakukan ini semua dengan sangat bersih dan licik. Bahkan mungkin semut saja enggak bisa mengendus apa yang telah kalian lakukan.
Mengenai kejadian malam ini, aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku meluapkan segala emosi dan amarahku. Aku hilang arah, aku hilang akal.
Aku akan pergi dari kehidupanmu Jhean. Aku tidak akan menampakkan diriku lagi di hadapanmu lagi. Aku tahu kamu tidak lagi mencintaiku lagi seperti dulu. Aku tahu cintamu itu sekarang sudah menjadi milik Rendy.
Kamu akan jauh lebih bahagia bersama Rendy Jhean.
Maaf, aku pergi.
Toni”.
Brengsek Toni, aku remas surat itu lalu kuhempaskan begitu saja. Aku mengambil handphone-ku. Akan kuhubungi Toni, dia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
“Tut, tut, tut, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif”. Kubanting handphone-ku, persetan Toni. Aku akan mencarinya bahkan sampai ujung dunia.
Banyuwangi, 31 Maret 2021
tentang kesesuaian isi dengan judul.kemenarikan tema .jalan ceritanya mudah diikuti. ada pesan moral yang terkandung di dalamnya
BalasHapusJheany
BalasHapusKarya Kak Rudin @Rudin
Yaps, ini cerpen pertama yang kubaca di grup P7. Bacaan yang santai dan tentunya nggak melelahkan. Tinggal selanjutnya bagaimana mengemas permasalahan 'perselingkuhan' itu, agar lebih memeras perasaan pembaca.
Komen maria ulfah p7
Jheany
BalasHapusRudin @Rudin
- Tema: Roman
- Latar: (tempat) karaoke, hotel, rumah; (waktu) malam hari; (suasana) sedih, murung, tegang.
- Tokoh dan penokohan: Rendy, tokoh utama, seorang yang munafik dan tidak setia dengan temannya namun licik; Toni, teman Rendy; serta Jheany, perempuan yang tidak setia dan suka bermain-main.
- Sudut pandang: Orang pertama
- Alur: Maju
- Amanat: -
Cerita masih butuh banyak pengolahan dalam hal emosi, penokohan, dan penyampaian alur. Suasana yang ingin ditampilkan jadi kurang terasa karena penokohan masih kurang dapat dan peristiwa yang berlalu masih begitu stagnan begitu saja. Selebihnya, cara berceritanya sudah nyaman dinikmati.
Komen ecy p7
Komen untuk @Rudin
BalasHapusSinetron. Atau ftv. Itu kesan yang kudapat setelah menyelesaikan cerita ini. Banyak adegan dan dialog basa basi yang tidak perlu.
Penokohannya kurang kuat. Apa yang membuat Jeany tertarik pada si tokoh? Apa kelebihannya. Dan kenapa dalam cerita digambarkan si tokoh pasrah saja dan mau saja selingkuh di belakang. Agak janggal sih. Kemudian peristiwa setelah si jeany diperkosa. Secepat itukah hamil? Aneh saja kan? Bagaimana mungkin. Ada siklus. Ada proses. Perempuan tidak akan langsung hamil. Demikian saja.
Komen mas rum p7
Izin koment @Rudin , Mas. Masih banyak yg perlu dibenahi. bukan kumelirik, tapi kulirik, atau aku melirik. Bukan valisitas, tapi fasilitas, dan masih ada (banyak) lagi.
BalasHapusPenggunan sapaan harus dipisahkan koma. Dll.
Penggunaan dialek atau istilah yang ke englis englisan tidak haram, tapi ada aturan cara penulisannya.
Dalam deskripsi atau naratif boleh pakai kata tak baku, tapi ada aturannya dan jumlahnya tidak sangat banyak.
Untuk ide cerita tidak ada masalah.
Sekian. Semoga berkenan.🙏🙏
Komen pak dewanto p7
Menurut kak @Adon , cerpen Jheany ini gimana? Aku takut untuk bilang sejujurnya. Aku merasa kisah semacam ini basi sekali. Dua puluh tahun lalu aku sudah menemukan kisah semacam ini pada novel-novel Fredy S., misalnya.
BalasHapusJadi, kali ini saya absen untuk berkomentar, jika di atas itu tidak termasuk komentar.
Maaf, kak @Rudin , sebagai pembaca, saya memang tipe pembaca yang rewel. Meskipun, saya akui, tulisan saya juga buruk. (hahaha)(hahaha)
Komen Pak Abi p7
@Rudin izin berkomentar mas.
BalasHapusCerpen yang menceritakan kehidupan remaja yang suka berfoya".
Namun, ada catatan penting dalam cerpen km mas.
1. Riset kurang kuat.
2. Konfliknya masih bisa dipermainkan lagi.
Aq mau tanya,
Terus untuk alat untuk mengukur kehamilan emang langsung bisa tahu hasilnya setelah hub intim?
Selebihnya menarik dan semoga berkenan. 🙏
Komen khafi p7
kok mentarin cerpen kak @Rudin yang berjudul Jheany. Saya suka dibagian tengah cerita. Terhanyut ketika rendi diam-diam menjalin asmara dengan jeani. ngga panjang lebar, penjelasannya padet. pergi ke bioskop, bermesraan pas lagi ambruk di toninya, seru untuk diikuti.
BalasHapusyang saya kurang suka dibagian awalnya, tau tau mereka jeani sudah menjalin asmara saja, hanya karena pertama kali kenal ambruk dipangkuan toni. kayaknya gitu yah. jadi kurang aja gitu... langsung panggil sayang, adegan pdktnya di cepetin.
endingnya yah, juga saya ngga dapet bayangan lompat dari balkon... tapi penjelasannya bagus, rapih... cuma belum nempel di kepala saya aja..
Komen pak yusuf facaroby p7
Halo, kak Rudin. Izin komentari cerpennya ya.
BalasHapus#komendinda
Menurutku kakak sudah ada perkembangan dari cerpen-cerpen kakak sebelumnya. Tata bahasanya sudah lumayan rapi dibandingkan yang dulu. Cuman ada beberapa yang masih tidak sesuai, di sini juga terdapat beberapa kata yang di singkat seperti 'dsb, gk' harusnya ditulis biasa saja tidak perlu disingkat. Itu bukan sebuah dialog kan tapi narasi. Dan untuk yang 'gk' itu dialog tapi kan lagi telpon mana mungkin diomonginnya disingkat kan.
Perpindahan latar terlalu banyak ciba difokuskan ke satu latar, soalnya akan lelah mendetailkan. Alurnya pun jadi sangat cepat dan terus maju.
Untuk kelogisan cerita, perumpaan hotel yang di bukit tertinggi itu menurutku kurang pas dan untuk kursi atau meja plastik emang kalo di hotel yang ituannya plastik ya? Kek kurang dapet suasana hotelnya kalo perumahan okelah. Untuk yang hamil itu juga sangat janggal masa baru berhubungan sudah langsung hamil, masa pembuahan itu paling cepat satu minggu loh. Dan yang di awal mengenai boby, sebelumnya disebutkan bahwa semuanya teler kecuali Ren. Kenapa boby tiba-tiba bisa bayar bil?
Sekian kak. Mohon maaf jika kurang berkenan. Terima kasih cerpennya(cat happy)
@Rudin
Komen dinda p7