Langsung ke konten utama

PUISI MASA TRANSISI

Diposkan oleh NAJIB FACHRUDDIN THOHA.


Pernah mencicipi pahit manisnya kehidupan. Sejatinya semua itu hanya titipan tuhan, mungkin bisa juga pinjaman, dan pinjaman sudah pasti harus dikembalikan bukan? Kebahagiaan dan kesedihan itu hanyalah hiasan. Ketika bahagia itu datang aku bisa tersenyum, lantas jika bahagia itu hengkang apa masih ada kata riang? Tidak bisa mengikhlaskan? Berhenti tersenyum? Lantas ku kurung diriku dalam kesedihan? Ayo lah kawan. Ini bukan satu-satunya jawaban. Berikan satu saja alasan. Menggapa lantas aku tak bisa merelalakan? Kalau kenyataannya itu semua hanya titipan. Aku harus lapang. Angap saja sebagai masa kelam. Bukan sebagai penyesalan, bukan juga kekalahan. Jadikan batu loncatan, ini kemenanggan yang tertunda. Sesekali ku menenggok kebelakang. Kuambil pelajaran, dan tidak akan ku ulang untuk kedua kalinya. Kesalahan adalah awal langkah menuju pintu kesuksesan.

BANGUNLAH BANGSAKU

Bangunlah bangsaku,
Bangunlah negeriku,
Bangunlah dari tidur panjangmu,
Sambutlah cahaya didepan sana

Seluruh warga negara
Mulai dari anak-anak,
Remaja, hingga orang tua.
Turut bertanggungjawab, atas
Kelangsungan hidup bagsa

Peristiwa 12 Mei 1998
Menjadi lembaran hitam, dalam
Perjalanan sejarah Republik Indonesia

Bahkan hingga saat ini,
Masih banyak tikus berkeliaran
Digedung-gedung rakyat

(Nganjuk, 18 Mei 2019)


ATAS NAMA KEHIDUPAN DAN KEMATIAN

Aku menengadahkan kepala
Menatap awan yang berarak
Semilir angin menegur wajahku
Menelisik anak rambutku

Manusia adalah makhluk tuhan paling angkuh
Tidak lebih dari hewan yang bisa berbicara
Nikmat tuhan mana yang engkau dustakan?

Bumi sudah sekian lama menahan murka
Tak kuasa dia menanggung derita
Terbebani dosa anak cucu adam dan hawa

Atas nama kehidupan dan kematian

Jika kau berpikir
Ini adalah hari terakhirmu
Maka suatu saat
Kamu akan benar.

(Madiun, 15 Mei 2019)


INTENSI HUJAN

Hujan menggiringi langkahku dipagi hari
Aku melihat anak-anak berseragam sekolah
Duduk bersingkuh, berteduh
Menunggui rinai yang tak kunjung usai

Sesekali mereka memandangku, sinis
Beberapa malah ada yang ingin menyusulku
Menerobos bulir air yang terus bergulir

Kubilang, jangan!
Nanti tas mu basah nak!
Tinta dibukumu bisa jadi luntur!

Hujan telah tumpah
Dan bumi telah basah

Aku tidak akan menyalahkan
Bagaimana hujan itu diproses
Biar hujan adalah hujan
Tanpa harus mengingat
Matahari dan awan

Aku dan eksitensi diriku
Adalah buah hasil dari
Ambisiku yang telah gugur
Terkubur bersama ribuan
Tetes air yang berjatuhan

(Madiun, 15 Mei 2019)


HATI BOLEH KOSONG, PERUT JANGAN

Sudah seharian kau duduk disitu
Berdirilah! Pergilah ke dapur!
Makan! Minum!
Tengoklah itu, segunduk nasi!
Kau teguk segelas air!

Jomblo macam dirimu ini
Butuh energi yang kuat,
Asupan gizi yang lengkap

Hati boleh kelaparan
Asalkan perut jangan.

(Madiun, 14 Mei 2019)


RINDU YANG MEMBUNUH

Tubuhku kurus sekali
Tingal tulang yang dibalut kulit

Meski jantungku masih berdetak
Tapi, hatiku mati

Penyakit kian berdatangan
Mengerogoti tiap organ diriku

Dokter sudah angkat tangan
Tidak ada lagi obat yang
Bisa menyebuhkanku

Hanya tentang waktu

Kerinduan ini akan
Benar-benar membunuhku.

(Madiun, 14 Mei 2019)


KEBAHAGIAAN DAN RASA SEDIH

Kebahagiaan dan rasa sedih itu tidak ada bedannya
Sama-sama membuat tidak bisa tidur
Hanya saja rasa bahagia tidak membuat tubuh melakukan gerakan resah atau helaan napas panjang
Rasa gembira hanya membuat sesak.

(Tuban, 21 April 2019)


MUNGKIN TIDAK ADAN PERNAH BISA

Tidak,
Aku tidak mengharapkan jawaban apapun.
Aku mengginginkanmu, itu benar
Aku teramat menggingingkanmu
Mengginginkanmu menjadi teman hidup

Melalui hari demi hari bersama-sama
Menjejak sudut-sudut kebahagiaan
dan mungkin juga pahit getir kehidupan

Tapi aku tidak mengharapkanmu,
Aku bersiap melepas semua perasaan ini
Kalau kau sebaliknya ternyata tidak mengginginkan nya

Melupakan nya meskipun aku tidak tahu bagaimana caranya,
Mungkin tidak akan pernah bisa.

(Tuban, 21 April 2019) 


MEREKA YANG MENYIMPAN PERASAAN

Bagi orang-orang yang sedang menyimpan perasaan,
Ternyata bukan soal besok kiamat saja yang bisa membuatnya panik, susah hati.
Cukup hal kecil, seperti jaringan komunikasi terputus
Genap sudah untuk membuatnya nelangsa.

(Tuban, 21 April 2019)


KEPUTUSAN TERSULIT

Lidah dan bibirmu sudah pandai berbohong

Bukan kebohonganmu itu yang ingin ku dengar
Bukan kepalsuanmu itu yang ingin ku lihat
Bukan juga keterpaksaanmu atas diriku

Aku memberikan diriku pilihan
dan aku harus memilihnya

Aku selalu berhati-hati dalam berkata
Karena meski amarahku menguasai logika
Hatiku tak kan pernah berhenti merindukanmu

Salah satu keputusan tersulit
Yang kuhadapi sekarang adalah
Ketika aku harus memilih, antara
Bertahan tanpa kepastian, atau
Pergi meninggalkan

(Tuban, 21 April 2019)


CIRI-CIRI ORANG JATUH CINTA

Ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah,
Merasa bahagia dan rasa sakit pada waktu bersamaan
Merasa yakin dan ragu dalam satu hela nafas
Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok.

(Tuban, 21 April 2019)


HATI MANUSIA

Hati, perasaanku tak ku tahu lagi

Aku menanggis meledak-ledak
Seperti mau memecahkan rongga dada

Hatiku tersayat
Hatiku tergurat
Hatiku  tersesat

Siapa yang tahu isi kedalaman hati manusia?
Kedalamannya lebih dari samudra
Tak seorang pun dapat memahaminnya
Kecuali dia sendiri dan tuhan yang menciptakannya

Apa yang tampak dari luar
Belum tentu menggambarkan isi hatinya

(Tuban, 21 April 2019)



MASA TRANSISI




Tuhan adalah warga negara paling modern
Dia mempunyai kehendak tersendiri
Kita manusia hanya, duduk ditepi pantai
Memandangi ombak yang saling berkejaran
Berharap keberhasilan datang dengan sendirinya

Bumi terkenal pahit dengan para penghuninya
Tidak ada tempat untuk melonjorkan kaki
Hidup ini amat sangat terlalu singkat
Untuk hanya sekedar mengigit jari

Apa maksud dan tujuanmu dilahirkan didunia ini?
Apa sebatas untuk menghabiskan jatah nasi?
Atau malah mengemis kepada orang tuamu saban hari?
Sampai kapan kau terjebak dalam siklus ini?

Bangkitlah, raih dan wujudkan mimpi-mimpimu
You are the creator of your own destiny!



(Tuban, 12 Mei 2019)
 


SUDAH BERMIMPI?

Sudahkah kau bermimpi malam ini?
Masihkah seperti dulu mimpimu itu?

Bolehkah aku menjumpaimu,
Walau hanya sekedar dimimpi?
Tapi jangan,
Hanya akan mengusik tidur nyenyak mu

Mimpimu masih bisa indah
Tampa harus ada campuri tangan ku

(Tuban, 21 April 2019)


BULIR AIR

Satu bulir air akhirnya merekah
Menggelayut dipelupuk mata
Pelan kristal itu bergulir
Menggelincir, membentuk parit di pipi
Membentuk gurat kemilau dilesung.

(Tuban, 21 April 2019)


SESUKA HATIMU

Aku tahu maksud dan tujuanmu

Manusia mana yang tidak ingin menjadi baik?
Manusia mana yang tak tumbuh dewasa?

Kamu boleh berkomitmen
Kamu boleh ber ekspektasi
Kamu boleh berbenah diri

Seluruh manusia dari balita, remaja, hinga tua renta ingin menjadi lebih baik

Kepala sekolah, guru, dan siswa mempunyai tangungjawab yang sama akan hidupnya

Aku salut dengan sikapmu itu
Mampu membuatku benar-benar menderita

Jangan berhenti! Teruslah seperti itu!

Lupakan jika itu membuatku sengsara!

Kini semua sesuka hatimu.

(Tuban, 20 April 2019)


MASIH MENUNGGU

Pahit ku memandangmu
Sudah hampi 12 bulan
Ku tidak melihat batang hidungmu

Semua pengorbanan yang kuberikan,
Inikah balasanmu?

Aku masih bisa bernapas
Napas itu antara ada dan tiada

Goresan pena inilah lampiasanku
Kepada siapa lagi aku harus menggadu?

Air mataku mengganak sungai

Bukan dia yang ku ingin menghiburku
Bukan dia yang ku ingin menyemanggatiku
Bukan dia juga yang kuingin melipur laraku

Aku masih menunggumu
Terus menantimu
Berharap kau bersedia kembali
Kembalilah! Dan jangan pernah pergi lagi.

(Tuban, 20 April 2019)


LEBIH DARI SEKEDAR ADAT DAN ISTIADAT

Dini hari, masih terlalu pagi
Bukalah jendelamu
Matamu, juga pintu hatimu

Melangkahlah keluar
Injak tanah bumi yang keras itu
Sapa hembus angin yang menerpa wajahmu
Bumi dan angin itu adalah titipanku

Para pembajak sudah lama terjaga
Bertudung, meminggul pacul
Tanyakan pada mereka!
Alasan apa yang membuatnya sesibuk itu?

Manusia mana yang tak butuh uang nak?

Aku mengejar impian
Kau juga punya masa depan
Siapa yang tahu tentang hari esok?
Kepastiaanya itu masih sangat buram

Aku menghargai sikapmu
Mengingatkanku akan
Kisah roman Zainuddin dan Hayati
Adat istiadat menghalangi cinta mereka
Aku yakin, alasanmu lebih kompeten
Dari sekedar adat dan istiadat.

(Tuban, 20 April 2019)


MUAK

Aku muak melihat semua ini
Tak bisa kah kalian diam
Kalau tidak mau mendukungku
Janganlah menghakimiku
Cukup aku yang menyelesaikannya
Dengan caraku tersendiri

Ini yang dia inginkan
Dan inilah usaha yang bisa kulakukan

Hanya dengan jalan ini
Aku bisa melupakannya
Mengubur perasaanku dalam-dalam
Membunuhnya secara paksa

Butuh waktu kawan
Butuh perjuangan
Tidak semudah yang kau bayangkan

Apa kau bilang semangat
Aku pasti bisa
Ayolah ....
Dari keluar dari rahim mamaku
Aku sudah bermain-main dengan cinta
Jauh sebelum kau menjamah kata-kata itu
Aku sudah tercebur kedalamnnya
Ngak usah lah sok menguruiku

(Tuban, 19 April 2019)


JALANKU

Terserah orang lain berkata apa
Sesuka hati mereka
Puas-puaskanlah menghardikku
Menggapngapku lemah
Seakan tak berdaya

Kau deklarasikan aku alay
Kau fitnah aku bodoh
Kau judge aku budak cinta
Kau melihatku labil
Kau ceramahi aku seakan aku tak dewasa
Kau sergah aku dungu

Mau loe tuhan
Mau loe malaikat pencabut nyawa
Orang tua gue sekalipun
Gk bakalan ada yg bisa menghentikanku
Keinginanku itulah ekspektasiku
Harus tercapai
Bagaimanapun dan gimanapun caranya

Menenggoklah kebelakang kawan
Kalian merangkak aku sudah berdiri
Kalian berdiri aku sudah berlari
Kalian mulai berlari aku sudah berhenti
Mencapai garis finish

Tertawalah sepuasmu sekarang

Ingatlah, mindset ku tidak akan pernah berubah

Ketika orang lain sibuk memfikirkan
Bisa atau tidak, terbiasa atau tidak
Aku sudah berlari kencang kedepan

Kita lihat saja dihari tua nanti
Hidup siapa yang lebih nyaman
Hidup siapa yang lebih mapan

Aku pernah bilang pada anda sekalian
Cari jati diri, sukses bareng!
Apa balasanmu?
Kau hanya anggap itu perkataan basi
Kalian lah sesungguhnya yang basa-basi
Boleh sekarang kalian satu langkah didepanku
Aku akan berlari mengejarmu
Meninggalkanmu jauh di garis belakang

See you on top kawan

Inilah jalanku.

(Tuban, 19 April 2019)


GEJALA ALAM

Bulan Januari hujan deras mengguyur
Terus mengguyur sampai Maret usai
Air yang berjatuhan itu membuat air bah
Banjir bandang melanda April hingga Juli
Tidak sampai disitu,
Gempa bumi dengan skala tinggi mengoncang paruh Agustus
Gunung purba di tanah tandus kembali aktif menjelang September
Asap nya mengepul diujungnya
Siap meluapkan lahar panas yang
Berjuta-juta tahun lamannya terpendam
Gelombang tsunami tinggi menerjang pesisir pantai utara dan selatan
Ombaknya itu menggamuk menghantam Oktober
Novemver dan Desember hanya tentang angin topan yang bengis
Satu tahunku hanya berisi bencana
Begitupun tahun sebelummnya
Juga setelah nya
Tiga tahun sudah tanpa ada tanda-tanda ingin usai

(Tuban, 18 April 2019) 


SIKLUS

Detikku ku biarkan berdetak 
Terseyok-seyok menuju menit
Menit yang prihatin itu meringis
Jam yang ditujunnya terus menjauh

Kini hari bergulir lambat
Malas berganti hanya berdiam diri
Hari diujung bulan masih menanti
Sedang untuk membuka dini saja masih berat kaki

Satu minggu tak lagi tujuh hari lamannya
Mendadak terasa begitu lamban
Minggu tak lagi menanti sabtu
Sabtu pun engan menemui minggu
Semua pihak bersikukuh
Keras kepala

Entah, siklus macam apa ini.

(Tuban, 18 April 2019) 



BASA BASI TENTANG CINTA


Kejadian masa lalu yang membuatku sok cengeng menghargai nostalgia
Basa basi tentang cinta
Kisah megah seorang pria dan wanita
Akhir Hubungan yang dewasa

(Tuban, 18 April 2019)




الرسالة

بسم الله الر الحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

عزيزتي سيدة نيهل
احيك ولا برودت البحر لا لتهبت اليك شوقا ولو لا تصبري لطرت اليك حبا، و اني لم ينسني صفاء السماء صفاء ودك، و لا رقة النسيم رقة حديثك، انه شجاني و ذكرني و لم اكن نا سية.
حبيبتي :
ليتك معي ترين الطبيعة بجما لها ترين البحر البحر يزخر كا الرعد، ولامواج تتلاطم زرفات ووحدانا، صفاء في البحر و صفاء في السماء كانها قلبنا، تسمعين تغريد الطيور و حفيف الاشجار انها لعمرك مناظر تلهي المرء، ولكن هيهات لميلي ان تلهو و هي تعلم ما يكنه الدهر وما يخبئه اليل والنهار. تقبلي مني احر قبلاتي و اوفر اشواق.

والسلا م عليكم ورحمة الله و بر كا ته

طوبان، ١٧ ابريل ٢٠١٩




DEAR SAHABAT 
 
Sahabat,

Hari demi hari telah kita lewati. Hari-hari yang penuh makna dan arti. Tertawa, sedih, duka. Semua begitu indah. Ingatkah dulu? Kita sering tersenyum disini. Bercerita layaknya kita orang terhebat. Kita saling tukar masalah dan kebahagiaan. Di tempat yang sesederhana ini. Selalu ada cerita yang menarik.

Sahabatku,

Terima kasih, kamu selalu ada saat bahagiaku. Meluangkan waktumu untuk kesedihanku. Hibur aku saat aku terpuruk. Selalu bantu aku disaat aku terjatuh dari sesalku.

Aku minta maaf, Jikalau aku sering membuatmu marah, membuatmu malu, ataupun sebagainya.

Kini, semua itu sudah menjadi kenangan. Hanya sebagai angan. Kamu sekarang sudah pergi. Pergi dengan penuh kegembiraan. Sekarang hanya ini yang bisa aku pelampiaskan, untuk menuangkan rasa rindu.

Akan tetapi, kamu sekarang sudah berubah. Kamu sekarang sudah tidak butuh aku lagi. Mungin kamu sudah terlalu bahagia dengan orang-orang disekitarmu. Sampai-sampai kamu lupakan kebersamaan kita dulu. Aku juga ngak berhak untuk menegurmu. Mungkin disana kamu ada yang lebih peduli.

Kini sudah lama banget, kita jarang ketemu. Sekarang konteka saja sudah ngak pernah. Aku hanya ingin mengatakan. Kalau aku sangat rindu. Rindu dengan kamu yang dulu, bukan rindu kamu yang sekarang. Sekarang kamu bukan sahabat yang bisa aku kenal dulu. Sekarang kamu sibuk dan sibuk. Bisakah kamu disini sebentar? Biarkan aku bisa tertawa lepas seperti tertawa saat bersamamu.

Tapi semua itu ngak mungkin terjadi. Mungkin masanya saja sudah habis. See you again kawan, kamu adalah anugrah dari tuhan untukku. Jangan lupakan aku ya. -_-

Aku disini merasa sepi tampa kebersamaan kita. Kalau memang kita tidak bisa bertemu, setidaknya aku masih bisa do'a kan kamu dari sini.

Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih ya.

Sampai jumpa lagi.

(Tuban, 16 April 2019)


MAKNA PUTIH

Melalui dinding koridor hening
Gerak lift naik turun berdesing
Barisan karyawan berseragam
Selaras dalam satu kesibukan

Dari lahan parkiran
Pintu keluar masuk tarikan dan dorongan
Lantaran deretan kursi antrian
Sunyinya lorong hinga ramainya lalu lalang

Khayalku tertinggal di ujung gedung
Napasku menggejar dari belakang
Jejak langkahku tertunduk diam
Tanganku hanya bisa menjamah hembusnya angin

Aku bertanya pada debu jalan
Debu jalan melirik dinding awam
Dinding awam menoleh pada awan
Awan menengok pada alam
Alam berpaling menghadap tuhan
Tuhan menatapku, tatapanya itu
Kosong

Di detik kesekian
Aku memperoleh kesadaran
Akal sehatku berjalan
Hati nuraniku mulai paham

Entah, semua warna mendadak hilang
Menyisakan satu alasan untuk dipandang
Makna putih ini mewakili semua jawaban

(Tuban, 14 April 2019)


ASMARA

Apa apa asmara
Apa bro asmara?
Ya asmara
Saya kira tau semua
Jawaban saya,
Jangan tanyakan saya

Tanya penguin, kelinci, angsa
Win pinguin apa itu asmara?
Ci kelinci apa itu asmara?
Sa angsa apa itu asmara?

Tanyakan pada sepasang suami istri yang bahagia
Hidup bersama bertahun-tahun lamanya
Tanyakan pada sepasang kekasih nun mesra
Hari-harinya hanya bermain cinta

Asmara
Jangan tanyakan kepada saya

(Tuban, 13 April 2019)


 GABUT

Udara dikamarku terasa sesak
Semilir angin berhembus panas
Dinding-dindingnya sibuk mengusap peluh
Lampu itu, tingal menghitung detik
Pecah lantas meletup

Bantal gulingku bersitegang
Selimutnya menatap prihatin
Matras yang ditindihnya meringis kesakitan
Ranjangnya meringkuk kaku

Jam dinding itu berdetak cepat
Batu baterainya mencuat keluar
Jarumnya patah diujung
Bentuknya tak lagi karuan

Lemari bukuku berantakan
Penghuninnya terus rusuh
Sedikit kau mendekat
Habis dirimu dicabik-cabik

(Tuban, 13 April 2019)


DINDING

Kerinduan terasa begini kukuh
Menghimpit dan membungkusku

Dinding yang tebal dan tegar
Mebatasi seluruh ruangku
Menghujam jauh kedasar bumi
Menjulang tinggi jauh kebatas yang hanya mampu kupandang

Panas dan dingin bergantian muncul, menelusup dan menggemgamku dengan tekanan yang sama beratnya.

Aku berdiri tegak
Mulutku terkatup
Gigiku gemeretak
Rasa gerah dan mengigil tak kutahu lagi
Silih berganti

Jauh diatas sana cahaya melintas
Semua kenangan itu
Melintas dalam cahayanya.

(Tuban, 5 April 2019)


DINDING PENJARA

Dalam dinding penjara semacam itu aku menangis
Dibagian proses yang lain aku merajuk.

Pernah juga aku marah-marah dan berteriak-teriak menggumpati tuhan.

Kubilang apa maunya dia meberikan genggaman demi genggaman pepat tanpa pernah ku mengerti dan hampir tanpa henti.

Kubilang mau berapa lama lagi tuhan ingin bermain-main denganku, menindih-nindih perasaanku.

Kubilang berapa ton beban lagi yang hendak ia timpakan diatas keterbatasan kekuatan makhluk macam aku.

(Tuban, 5 April 2019)


ANTARA ADA DAN TIADA

Aku bernafas antara ada dan tiada
Tak mampu ku menggerakkan apapun yang kumilili
Tetapi suatu kerinduan telah mencengkramku
Melontar-lontarkan dan mencampakkan perasaanku
Perihal ini bagai telah menyeretku
Tampa bisa ku elakkan.

(Tuban, 5 Aprill 2019)


MENUNTASKAN KEKUATAN

Aku ingin menuntaskan segala keuatanku, dengan menghantami bongkah-bongkah batu dan mebentur-benturkan semua isi kepalaku.

Sehinga dengan demikian semua perasaanku menjadi memar dan akhirnya tubuh maupun sukmaku menggelepar.

(Tuban, 5 April 2019)


SATU HURUF

Lebih dari sekedar kesepian
Lebih dari sekedar kekosongan

Telah kutata perasaanku
Telah kupusatkan pikiranku
Telah kuletakkan jiwaku
Dan telah kuberikkan sikap terhadapnya

Berilah setidaknya aku pengertian kecil
Kenapa tak satu kalimat pun
Bahkan tak satu kata pun tidak
Bahkan tak satu huruf pun
Yang boleh kudambakan kepadannya.

(Tuban, 5 April 2019)


LINGKARAN RINDU

Entah lewat saluran mana, juga dengan kejelasan proses yang bagaimana. Tak kutahu, tapi sekarang ini aku sampai disini. Lingkaran rindu yang gelap.

Tak sebuah pintu atau sebuah lubang pun kujumpai diarah segala arah.

Aku dibungkus kerinduan yang hampir mutlak menikam sukmaku.

Sesaat aku merasa terjebak dan terisak, napasku tersekat.

Diriku sendiri hanya mampu kubayangkan, dan tak mungkin kupandang.

(Tuban, 4 April 2019)


IZINMU

Pagi tak lagi menyapaku
Siang tak mengubris diriku
Sore beranjak pergi
Malam engan untuk kembali

Burung-burung terbang rendah
Kucing disamping jalan tak mau menoleh
Dedaunan meilih untuk diam
Sedang angin menolak untuk prihatin

Roda mobilku malas berjalan
Perlahan memasuki perkotaan
Hampir genap setengah hari
Jejalanan masih saja sepi

Lampu merah menunggu dipersimpangan jalan
Nyalnya buram
Tak seindah dimalam hari
Kabur oleh sinar matahari

Udara dikota kecilku terasa sesak
Aku memilih untuk berhenti sejenak
Duduk lesu dibawah pohon rindang
Bercengkrama dengan diam dalam hening

Meski rindu ini rasaku
Tanpa seizinmu
Rasa ini hanya belenggu

(Tuban, 3 April 2019)


MAKSUD TUHAN

Yang terhormat kelahiranku
Segumpal tanah yang menjadi dagingku
Kedua orangtua ku yang budiman
Juga dukun bayi yang mebantu mamaku lahiran

Pagi buta,
Sangking butanya entah pukul berapa
Kesekian kalianya, berkali-kali
Aku terperenjat dari tidur dan mimpi

Malam yang singkat itu terasa panjang
Nafasku tersengal saling berkejaran
Sebelum tidur tadi aku memohon kepada tuhan
Bunga tidur macam apa yang aku harapkan

Aku berkhayal sebelum mata terpejam
Dalam mimpi pun aku masih berkhayal
Justru setelah bangun khayal itu merajam
Satu hari penuh aku berkhayal

Hari selanjutnya masih sama
Begitupun setelahnya
Juga sebelumnya
Hari-hariku tak jauh berbeda

Kehadiranmu bertubi-tubi mengejar jiwaku
Secara tak sadar kuterjemahkan sebagai
Maksud tuhan akan hidupku.

(Tuban, 3 April 2019)


DETIK YANG KUMILIKI

Takdir macam apa yang kau siapkan untukku?
Cobaan apa lagi yang ingin kau anugrahkan kepadaku?
Tak puaskah kau dengan kesendirianku?
Masih belum cukup kau belenggu diriku?

Seribu pertanyaan ku hadiahkan kepadamu
Sanggup kah kau beri ku satu jawaban saja
Beriku ku setidaknya satu pengertian kecil
Kenapa kau memberi kebahagiaan lantas kau ambil begitu saja

Mata ini tak berhenti melihat
Lisan ini tak berhenti menggucap
Telinga ini tak berhenti mendengar
Bahkan jantung ini tak berhenti berdetak
Namun semua itu bohong
Aku tak mengingingkannya
Aku tak butuh semua itu
Apalah arti kesempurnaan ini
Jika aku harus pergi meningalkanmu

Tertunduk lemas dipelukmu
Terbujur kaku dihadapanmu
Terbaring lelap disisimu
Lebih berharga dari setiap detik yang kumiliki saat ini.

(Tuban, 28 Maret 2019)


KOPI DAN GUNA-GUNA

Hitam pekat selera
Seribu rasa kau punya
Dari gelap sampai terang pun ada
Pagi, siang malam, tak ada jeda

Entah mantra apa kau punya
Sihirmu itu merajai pinta
Dari pemuda sampai tua renta
Dari perjaka juga duda

Satu tenggak berisi guna-guna
Perihal apa kau tentramkan jiwa
Masalah hilang seketika
Tertawa lepas seraya bercengkrama

Pahit kadang kala
Manis juga ada
Itu tentang rasa
Rasamu kambuhkan asa

(Tuban, 27 Maret 2019)


AKU, KAU, DAN DIA


Semua ini terjadi begitu cepat. Kita berkejaran dengan waktu. Aku tidak pernah merencanakan semuanya, toh didunia ini banyak misteri yang tidak bisa dipecahkan. Menerimanya dengan lapang, justru membawa kebahagiaan dalam arti tersendiri.

Mungkin melihatmu denganya itu pedih, menyayat hati. Tapi aku ikhlas. Aku percaya padannya, dia teman baikku, salah satu sahabat terbaikku.

Merelakanmu adalan pilihanku. Melihatmu tersenyum adalah alasanku. Kutitipkan dirimu dan sahabatku kepada kalian! Aku tahu, kemanapun dan sejauh apapun kalian pergi, kalian pasti akan kembali.

Lihatlah diriku saat ini. Selalu tersenyum, terlihat bahagia. Meskipun didalam hatiku menyimpan sejuta perasaan, yang tak mungkin kau bisa tafsirkan.

Aku menyayangimu, juga teman baikku itu. Secara tak sadar, tuhan telah senggaja menghadirkan kalian berdua dalam hidupku. Sekedar hanya untuk memberiku makna kehidupan.

(Tuban, 21 Maret 2019)


INGIN

Sejauh ini aku hanya sebatas ingin
Tak sejengkal pun beranjak dari garis ingin
Jemari ini tak kuasa untuk bergerak
Kaki ini saja pun malas untuk berjejak
Sedangkan bumi ini sendiri menolak untuk kepijak

(Tuban, 21 Maret 2019)


TIMPANG

Aku ini orang timpang
Jaringan mesin dalam diri saya kurang seimbang
Tanpamu aku merasa pincang
Seperti layangan dengan teraju timpang
Aku tak seimbang

(Tuban, 21 Maret 2019)


JAS BASAH

Maaf,

Dalam kebodohanku akan perbuatan
Dalam kebohonganku atas kecemasan
Dalam kecerobohanku perihal kesempatan
Dalam kesombongganku tentang keberuntungan
Dalam ketenangganku dan kegelisahan
Dalam kekalahanku akan kemenanggan

Izinkan aku menumpahkan semua itu
Di pundakmu, waktumu, dan egoisku
Membasahi jasmu akan penyesalanku.

(Tuban, 21 Maret 2019)


BULAN

Ku percaya pada sosokmu
Dipetang rasa yang hancur
Kau tampakkan sinarmu
Sungguh indah nun merona
Sayuk mata yang tak lagi jenuh
Sembari ku melihat keatas
Hati ini tampak begitu sejuk
Memandang dan selalu memandang
Aku percaya kau.....
Takkan mampu bersinar tampa bintang
Begitupun malam sepiku
Begitu rapuh...
Tapi sekali lagi...
Seinarmu meluluhkanku

(Dimas Prayoga, 20-3-2019)


HANYA MALAM INI SAJA

Aku ingin memesan meja satu untuk berdua
Dengan kopi manis sesuai selera
Berbicara tentang yang belom terjamah
Aku lenyap didalamnya
Dan kau tetap tenang
Dipundakku
Maukah engkau?
Hanya malam ini saja.

(Muhammad Labib Naufal, 20-3-2019)

MELODI

Alunanmu menggalir dalam darah
Membaur setiap detik dalam detak
Membekas dalam otak merajai alam bayang
Menyisir menilisk jauh langit bawah sadar

Seantero jagat raya berdendang
Tanah, air , dan udara tak luput
Dari adam sampai manusia terakhir
Bayi balita lantas tua renta

Pejamkan mata,
Nikmati lirih melodinya
Lupakan semua hiruk pikuk dunia durja

(Tuban, 19 Maert 2019)


MASA DEPAN

Aku berlari
Berlari menggejar matahari
Matahari yang menyilaukan mata
Aku berlari menggejarnya

Aku melayang
Melayang tinggi menggapai rembulan
Rembulan yang membutakan indra
Aku melayang menggapainya

Aku jatuh
Jatuh menghujam kedasar tanah
Tanah durja dunia nun fana
Aku jatuh terperosok kedalamnya

(Tuban, 19 Maret 2019)


KOSONG

Kunang-kunang iba pada rembulan
Rembulan sendiri merana dalam diam
Bumi dan matahari menolak untuk disalahkan
Perihal apa ia tersedu sedan

Sabtu malam
Aku sendiri dalam kesunyian
Tidak dengan jiwa dan perasaan
Sedikitpun tak bisa tenang
Meronta akan kehampaan
Diremang-remang
Aku melihat
Aku mendengar
Aku merasakan
KOSONG

(Tuban, 19 Maret 2019)


PAKAIN JEMURAN

Barang kali hujan deras menghujam
Coba saja kau biarkan
Biarkan itu menjelma menjadi penyesalan

Kau tanggalkan aku laksana ranai
Kau jemput aku dalam ringkai
Boleh kau tersedu beranjak dariku
Berseringailah saat kita kembali bertemu

Pagi buta kau bertolak sauh
Tak apa ku terombang-ambing terbawa angin
Lengkap sudah dengan debu kepul asap jalan
Aku tetap disini, menungguimu disore hari
Sempurna dengan gurat lesungmu menawan

Tak peduli jauhnya kau angkat kaki
Bergeming rentang waktu kau bentang
Lambat laun tapi pasti
Aku tahu, engkau pasti akan datang
Hati ini masih saja persis sepadan
Walau kau anggap aku hanya pakaian jemuran

(Tuban, 8 Maret 2019)


MENUNGGU PAGI

Malam semakin larut, sebatang kita duduk berdua. Pagi tadi aku memberanikan diri, malam ini sedera saksi.

Besok hari senin, sahur aku yang menyiapkan. Dikau tidur terlelap sedari tadi. Gontai kau berjalan. Sosokmu muncul disela lorong kesunyian. Aku telah lama menunggumu kawan.

Jaketmu itu, aku pernah memintanya bukan? apa kau ingat? entah kau lapar atau tidak, yang jelas waktu itu kita makan berdua, makan sahur tepatnya.

Dua jam sudah kita bercengkrama, dua jam sudah kita bicara. Aku sibuk bertanya tentangmu. Kamu sendiri sibuk dengan permainan kartumu.

Kamu tahu cerita kayu dan api? Kayu jatuh cinta kepada api. Mereka terus bersama menunggu pagi.

(Kediri 21 Januari 2019)


BELAJAR MEMBACA

 Melalui dinding-dinding ruang kelas, juga dimeja-meja kayu yang penuh ukiran.

Aku belajar membaca.

Dipertemuan malam serentak jam belajar malam, berkemeja membawa buku.

Melalui rambut klimis, jenggot Jarwo, juga pada ayam geprek dan larutan penyegar lasegar.

Dijam-jam pelajaran, dihardisk penuh berisi film, dihp smartphone pembawa sial, serta stand koperasi pelajar.
Aku belajar membaca.

Melalui puasa sunnah hari senin dan kamis, sholat tahajud dispertiga malam, juga jadwal piketmu setiap senin sore.

Aku belajar membaca.

Disela hiruk piruk ujian kelas enam gelombang pertama, disetiap lembar buku yang kau telaah, disetiap baris yang engkau hafal, disetiap kalimat yang engkau ucapkan, disetiap malam sebelum tidur, disetiap makan pagi siang dan malam, disetiap 5 waktu sholat dirumah tuhan, aku masih melakukan hal yang sama.

Aku belajar membaca.

Dimatamu, keningmu, belakang telingamu, leher, dan tanganmu, aku belajar membaca.

Pada semesta alam yang luas, matahari, bulan, dan bintang. Aku belajar membaca.

Aku terus belajar membaca, sebab selalu ingin tahu apa jawaban teka-teki yang bisa membuatmu tetap bersama.

Denganku.
(Kediri, 21 Januari 2019)


HUJAN YANG MERINDUKANMU
(Garin dan Bujhel)

Ransel yang kedinginan ditenda malu-malu mengatakan, bahwa ia juga rindu kepadamu.

Ia rindu kau ada disini, menunggu sampai hujan reda.

Air hujan yang kini singgah ditenda kain yang berlapis terpal juga selalu bertanya-tanya.

Kapan kau akan kembali dan menikmati rintiknya dengan bercengkrama.

(Kediri, 21 Januari 2019)


KETIKA MALAM

Kurebahkan diriku
Diatas ranjang kecilku
Kuhelai nafas panjang
Kuhempaskan secara perlahan
Lelah, letih,mengkujur sekujura badan
Canda, tawa, duka, usai kulakukan

Kupandangi langit atap yang suram
Menerawang jauh akan masa depan
Terlihat seberkas sinar rembulan
Menyusup dalam kesunyian
Seraya mengintip apa yang kukerjakan

Kulirik bintang berpijar
Bersinar, berpendar, menghiasi malam
Membekas dalam khayalku yang tenang
Apakah masa depan
Seterang cahaya bulan dan bintang?

Sejanak ku merenung dalam diam
Namun mata ini mulai redup
Redup dan berangsur mulai terbenam
Terbenam dalam mimpi indah nun menyenangkan.

(Madusari, Siman, Ponorogo)


















































Komentar

Postingan populer dari blog ini

CATATAN AKHIR MADRASAH

Diposkan oleh NAJIB FACHRUDDIN THOHA Kita akan menjadi teman sampai menua dan pikun, lalu kita akan menjadi teman baru lagi. Terlantu-lantu kalimat itu terucap dari mulutku. Kita pernah bersama disini. Menjalani hari pernuh warnai-warni. Mungkin tak seindah pelanggi, namun kita pernah bermimpi. Wkwkwk, malah nyanyi aku. Emang lagu itu yang pas, coba deh dengerin. Tipe X-Kamu ngak sendirian. Disini kita mulai cerita, disini juga aku ingin kita menutup cerita. Selayaknya catatan akhir sekolah. Yah meskipun udah 6 tahun yang lalu, hahaha. Setidaknya masih ada coret-coret kata yang sedikit banyak bisa menggingatkan kita tentang seberkas memori silam. Catatan ini sama sekali tidak lengkap. Disisi suasana saat itu aku sendiri lagi nahan emosi yang mekuap-luap, karena kaliah telah mengguji kesabaranku sampai batas maksimum. Ditambah lagi tidak semua pungawa kita hadir dalam acara itu. Tapi aku yakin, waktu yang teramat sangat singkat itu telah mewakili sebagian besar dari apa yang a...

Puisi : Hujan Kala Senja

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Aku melangkah ke dipan. Bunga di pekarangan rumah tadi memanggilku. Memberi tahu, hujan sebentar lagi turun. Aku ragu, tapi senja membenarkan itu. Iya, siluetnya terlihat pudar. Samar oleh mendung yang mulai berdatangan. Terkesan singkat senja kala itu, serupa cintamu kemarin hari. Tak sepadan dengan cintaku yang sebanyak bulir air hujan nun berjatuhan. Banyuwangi, 26 Desember 2020