Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Cerpen - Jheany

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Lamat-lamat kumelirik setiap jengkal dan sudut-sudut lorong yang kulalui. Tempat remang-remang seperti ini sering kudapati dalam film-film. Namun kini aku benar-benar ada di dalamnya. Gamang aku. “Lu pada sering ke sini?” “Yaa seminggu sekali lah Ren, kalau setiap hari ya bangkrut lah kita. Mau kasih makan apa anak bini hahahaha”. Tempat karaoke macam ini ternyata mempunyai banyak room yang bervariasi vasilitasnya sesuai harga yang telah disematkan. Dari harga yang paling rendah sampai yang paling tinggi.  Kami memilih room kelas tengah. Dua layar TV kanan kiri yang menampilkan video klip dan lirik lagu yang kami nyanyikan dan satu layar TV di tengah untuk memilih lagu yang akan kami dendangkan nantinya. Setengah jam berlalu. Meja sudah penuh dengan botol-botol minuman juga cemilan-cemilan macam kentang goreng dsb. Aku hanya ingin bernyanyi saja, tak ada melintas dalam benakku untuk menuangkan bahkan meneguk minuman yang sedari tadi diminu...

Puisi : Seringai

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Jauh di ujung burit pantai sana, di bawah pohon cemara. Bercokol sekelompok anak muda. Bersenda gurau terkesan mesra. Aku tahu apa yang sedang mereka nanti, selaras denganku. Menunggu senja tenggelam.  Mungkin rekaan kita sekilas setara, namun raut kita sedikit berbeda. Seringai masih berkenan singgah di paras mereka. Tidak terhadapku, ia minggat tanpa pamit. Enggan meminta persetujuan dariku. Banyuwangi, penghujung 2020

Puisi : Api Dalam Sekam

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Elok nian peringaimu. Takjub aku dibuatnya. Acap kali kau berperan, bermuluk-muluk impaknya. Muak, jelak aku. Api padam puntung berasap. Celotehmu bergajulmu. Sudah, hentikan dagelanmu! Marem aku kesemsem. Sesekali tolehlah gunung! Jangan melulu menjuling lembah. Tidurlah! Mendengkur yang keras! Mungkin adam bisa lebih jenjam. Sejak lama aku tahu maksud dan tujuanmu. Cukup enteng, sekedar membungkus api dalam sekam. Banyuwangi, 30 Desember 2020

Cerpen : Ati Ampela Ayam Favorit Ayah

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Hujan membasuh Bumi Blambangan sedari sore. Mendung tampak pekat mulai siang hari sampai pada akhirnya benar-benar jatuh mengguyur. Kaca mobil Pak Fathi buram, suara wiper yang menyeka menghasilkan irama tersendiri. Sengaja Pak Fathi tidak memutar lagu apapun dari tape musik mobilnya, ia hanya ingin menikmati perjalanannya sore itu.  "Ayah udah sampai mana? Hujannya awet dari tadi ngak reda-reda". Suara Bu Indy samar-samar bersinggungan dengan suara hujan. "Baru aja keluar dari kantor Ma, ini Ayah lagi di Bundaran Tugu Pahlawan. Paling setengah jam lagi sampai rumah. Oh iya Ma, ati ampela ayam favorit Ayah udah siap kan? Hehe". Cengengesan Pak Fathi sembari menilik irama wiper mobilnya yang naik turun. "Udah dong, ini Mama lagi di dapur". "Wah pantesan aromanya kecium sampai sini, udah keroncongan banget nih perut Ayah hahaha. Yaudah Ma, Ayah mau fokus nyetir. Salam buat Genta sama Wati, bilangin jangan ada yang n...

Puisi : Hujan Kala Senja

 Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha Aku melangkah ke dipan. Bunga di pekarangan rumah tadi memanggilku. Memberi tahu, hujan sebentar lagi turun. Aku ragu, tapi senja membenarkan itu. Iya, siluetnya terlihat pudar. Samar oleh mendung yang mulai berdatangan. Terkesan singkat senja kala itu, serupa cintamu kemarin hari. Tak sepadan dengan cintaku yang sebanyak bulir air hujan nun berjatuhan. Banyuwangi, 26 Desember 2020

Cerpen : Harta Warisan Ayah

Diposkan oleh Najib Fachruddin Thoha "Nulis lagi kamu Iz?" "Ngak Ma, aku nggak nulis" "Jangan bohong kamu! Itu apa buku sama pulpen" Bu Anisa merampas paksa buku tulis dan pulpen Faiz. "Harus berapa kali Mama ngelarang kamu nulis? Kamu sumbat apa telingamu itu Iz? Kamu gk mau nurut sama Mama? Mau jadi apa kamu? Mau jadi penulis? Mau minggat lenyap macam Ayah kamu itu?" Sekelebat kenangan masa lalu melintas di atas kepala Faiz. Kini ia sedang melamun sembari memandangi Sungai Nil dari dalam kamar salah satu Hotel Bintang Lima di dekat Lembah Sungai Nil. Mamanya tidak pernah menyetujuinya untuk menjadi Penulis. Kerap kali Faiz didamprat Mamanya perkara ketahuan sedang menulis seutas puisi atau sekedar mencatat catatan harian. Keluarga mereka mempunyai kenangan pilu perihal seorang Penulis. Ayah Faiz adalah seorang Cerpenis salah satu Koran Nasional. Dengan upah honor dari hasil menulis itu Pak Har bisa mencukupi kebutuhan anak dan istrinya. Beliau ...