Langsung ke konten utama

KELUAR KE PERMUKAAN, ISROFIL DAN IZROIL

KELUAR KE PERMUKAAN, ISROFIL DAN IZROIL

Najib Fachruddin Thoha


Akhirnya, keinginanku untuk bergabung degan forum-forum komunitas para penulis
mulai menemukan titik cerah. Aku menemukan kontak salah satu penggurus Forum
Kepenulisan Sastra (FKS) cabang Ngawi. Bu Husna namanya. Tidak sengaja ku
menemukannya disalah satu postingan lomba menulis puisi yang diadakan se-keresidenan
Madiun. Tentu saja, Ngawi merupakan salah satu kota didalamnya.

“ Ms, member FLP bukan? Boleh gabung?“ pertanyaan yang mengawali semuanya.

Saat itu aku belum tahu, kalau namanya adalah Bu Husna. Ku panggil saja “Ms”. Dua
bulan di Pare, Kediri membuatku terbiasa untuk memanggil orang tidak dikenal dengan
sebutan “Mis ataupun Mister”.

“ Boleh, kirimkan data disini ya” wah pertanda baik ini, dalam benakku.

“Formulirnya ms?” pintaku kepada Bu Husna.

“Nama : Muhammad Fikri Fuadi
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ngawi, Jawa Timur
No. HP : 081217468630
Email : rudinperfect74@gmail.com
Asal Sekolah : Pondok Modern Darussalam Gontor”

“Tunggu info selanjutnya” timbal Bu Husna.

Jawaban ini sudah cukup bagiku. Setidaknya aku akan mendapatkan teman-teman
baru dan wadah untuk menyalurkan minat dan hobiku. Sekian lama sudah aku hidup dan
menyelami dunia ini untuk diriku sendiri. Mungkin sudah saatnya aku keluar dan muncul ke
permukaan untuk mencari orang-orang yang sealiran denganku. Perihal ini bagai telah
menyeretku, melontar-lontarkan perasaanku, tanpa bisa ku elakkan.

Esok hari Bu Husna memberi pesan melalui Whats App

“Mas besok minggu, 10 Maret 2019 datang di Sanggar Raka Ngawi. Tempat kakak-
kakak FLP kongkow. Jam 10 ya, tak tunggu”.

Detik itu juga aku sudan bisa membayangkan keseruan yang akan terjadi besok. Aku
akan menemukan duniaku. Aku berlari menggejarnya, menggejar matahari yang menyilaukan
mataku. Sekedar menemukan bumi yang jelas untuk kupijak.

Selintas otakku mencerna, barang apa saja yang akan kubawa besok. Namun sebagian
hati kecilku berkata

“Halah gk usah bawa apa-apa lah. Lagian juga masih pertemuan pertama kan?
Palingan juga Cuma perkenalan doang”.

Disini anda dapat memilah dan memilih. Selalu saja, ada satu argumen yang
menguatkan. Datang setelah itu satu lagi gagasan yang membuat anda ragu dan bimbang
menentukan pilihan. Kesalahan terbesar adalah ketika anda terkecoh dengan alasan kedua.
Lantas menjerumuskanmu terjerembab dalam penyesalan pada akhirnya. Ikuti suara hati.
Karena tanpa anda sadari, bahwasannya anda telah mengambil keputusan bahkan sebelum
keputusan itu lahir.

Malam itu juga aku Whats App temanku, Dzakwan namanya.

“Bos, besok bisa nemenenin aku ke Ngawi?” Aku belum cukup berani untuk hadir
seorang diri esok hari. Meskipun semangat dan tekadku kuat saat itu. Tetap saja, aku butuh
seorang petner untuk menemaniku. Untuk itu aku mengajak Labib.

“Siap” tidak diragukan lagi. Sebenarnya tanpa dia menjawab aku juga tau kalau dia
pasti bersedia untuk menemaniku.

“Jam setengah 10 ok!” aku memilih setengah jam lebih awal dari waktu yang
ditentukan Bu Husna. Aku tidak mau mengambil resiko untuk datang terlambat besok.

“Sekalian patas Sragen, ngambil barang. Mau kan?” Jawab Dzakwan.

“Ok, gaskan! Ke Ngawi dulu tapi” mantap, kataku dalam hati.

“Ok”. Jawaban Dzakwan sekaligus mengakhiri obrolan kami malam itu.

Aku sih gk begitu mengubris, apa gerangan dia menggajak bertolak ke Sragen. Itu
urusan ke-sekian. Yang jelas, dia mau menemaiku besok. Cukup.

Begadang aku malam itu. Menyelesaikan puisi tadi pagi yang belum rampung.
Mataku sulit terpejam, sekedar hanya untuk tidur mengikuti kebiasaan normal orang lain
pada umumnya. Aku lebih memilih menghabiskan malam suntuk ditemani secarik kertas dan
selarik tinta emas.

Tentang menjaga komitment. Anda harus benar-benar konsistent.Malapetaka datang
jika komitment itu lepas kendali, bergeming lantas terabaikan. Pagi itu aku tertidur pulas.
Menolak terjaga disaat orang lain sedunia sibuk beraktivitas. Setidaknya aku sudah berpesan
kepada saudaraku.

“Jangan lupa entar bangunin jam 9.15. Aku ada pertemuan yang harus ku hadiri.”
Tepat pukul 9.15 dia mengusik tidurku, merusak mimpiku. Urusan tidur tidak bisa
diganggu gugat. Aku membiarkan diriku kembali terlelap dan melanjutkan mimpiku yang
diporak-porandakan olehnya.

Aku terperenjat dan terkesiap. Sekonyong-konyong saudaraku hadir dalam mimpiku
sebagai Malaikat Izoil, khalayak malaikat pencabut nyawa. Sembari mengangkat scythe dia
bersabda

“Jadi gk kumpul Forum Kepenulisan Sastra? Jam berapa sekarang?”

Aku pause mimpi indah yang mendadak didatangi Malak al Mawt. Astaga, jam
dinding dikamarku melotot kepadaku lantas mengamuk

“Jam setengah sepuluh bodoh! Mandi sana! Belum jemput Dzakwan. Mau jam berapa
sampai di Sanggar Raka?”

*

KIAMAT, aku bernegosiasi dengan Malaikat Isrofil. Saudaranya Izroil yang dengan
lancang tadi merusak mimpi indahku. Dan sekarang, abangnya yang bernama Isrofil dengan
sangat tidak hormat dia bertengger diatas keran bejana kamar mandiku. Entah dia dan
adiknya pernah mendapat pelajaran moral atau tidak dibangku sekolah dulu.

“Bang, ngapain nagkring disitu?” ku semparkan menyapannya disela kesibukanku
dengan sabun, shampo, dan pasta gigi.

“Lagi preapare bro” preapare apaan ya dalam benakku.

“Preapare apa bang?” slidikku.

“Preapare niup terompet” wah bercanda nih kayaknya dia.

“Bercanda ya lu? Pagi-pagi ngelantur, udah ngopi belom?” mana ada acara tiup-tiup
terompet, 9 bulan lagi kali maen terompet, tahun baru. Ngelindur nih malaikat, begadang juga
kayaknya semalem.

“Ya elah kagak percaya, ngapain juga gua ribet megang barang antik
beginian(terompet sangkakala), mending juga megang hp. Mabar PUPBG.” Gk waras ini,
kayaknya gk ada rumah sakit jiwa di alamnya.

“Yaudah lah terserah lu” bodoh amat, ngapun juga gue pikirin.

*

Oh my god, lima belas menit lagi jam 10. Dzakwan masih belum mandi ketika aku
menjemput kerumahnya. Otak licik ku mulai berkontraksi. Penggalaman 6 tahun dipondok
membuat makhluk ini terbiasa dengan keadaan mendesak seperti ini. Aku memutar balik
otakku. Mencari alasan yang sekirannya masuk akal apabila aku datang terlambat nanti. Dan
sudah dipastikan akan terlambat. Lantas entah lewat salurah sebelah mana, alasan itu lahir
begitu saja.

“Sory ms, mungkin setengah sebelas baru bisa dateng. Lagi jemput temen, baru
pulang dari Jogja.” Sejatinya Labib memang baru pulang dari Jogja dua hari yang lalu,
setidaknya aku masih jujur. Walaupun 0/sekian %.

“Ok” syukurnya Bu Nur tidak banyak bertannya saat itu.

Tepat 5 detik setelah Bu Husna menjawab chat ku. Dzakwan muncul dihadapanku
dengan muka tak berdosa

“Kuy berangkat, nungguin siapa?” untung aja temenku, ingin ku jambak rambut
gondrongnya mendengar dia bercoleteh sedimikian rupa.

*

Disela hiruk piruk perjalan yang dikejar waktu itu, Abang Izroil, Isrofil maksudku.
Entah kapan dan dari mana datangnya. Mendadak dia sudah bertengger diatas spion motorku

“Bedebah ini malaikat, gk punya adab sopan santun dia” kocehku dalam hati.

“Udah belom niup terompetnya?” padahal juga peduli amat realitannya.

“Bentar lagi nunggu intruksi.” Sok loyal ini malaikat.

“Uh she up........... sahutku semakin gk peduli.

*

Aku sempat disesatkan sama google map. Saya yakin anda juga sering menjadi
korban. Pernah suatu malam, seketika tepat pukul 2 dini hari di Pare, Kediri. Sendiri ku
mengayuh sepedah lantaran mengambil hp dikonter. Saat itu hp-ku sedang di service.

“Tujuan anda ada di sebelah kiri” keringatku bercucuran, jantungku berdegub
kencang, tersedak aku oleh air liurku sendiri yang tidak senggaja tertelan. Persis disebelah
kiriku adalah tanah kuburan. Lantas dengan tangan gemetar aku chat abang-abang tukang
service yang menyebalkan itu. Apa gerangan maksudnya menggirim koordinat lokasi makam
kepadaku tengah malam seperti ini.

“Mas, rumah sampeyan dikuburan ya?” semilir angin malam berhembus menilisik
anak rambutku, membuat detik demi detik serasa amat sangat dingin mencekam.

“Loh mas, kuburan itu sampeyan lurus lagi 100 meter terus belok kiri. Ini rumah
saya” dia kirimkan foto rumahnya.

“Horor banget ini google map”komplainku dalam hati.

Tak usah menunggu kunti datang lantas bertanya padaku

“Nyari siapa mas disini”

Kupancal sepedahku kuat-kuat. Toh jika rodanya copot waktu itu juga, aku akan
berlari sekencang-kencangnya. Jika Si Kunti masih menguntit dari belakang, baru ku duduk
memejamkan mata lantas mulutku kumat-kamit membaca Ayat Kursi, paling tidak
Bismillahirrahmannirrahim. Syukurnya itu semua hanya hayalan.

Sekilas sekelumit penggalamanku disesatkan oleh google map. Detik itu juga Sangar
Caraka terlewat begitu saja. Clingak-clinguk aku ke kanan ke kiri.Mana gedung yang bisa
disebut sanggar itu. Karena jujur sebelumnya aku belum pernah menginjakkan kaki sekalipun
ke tempat yang namannya sanggar. Entah sanggar tari, seni, theater, ataupun sanggar yang
ingin ku tuju saat ini.

Salah deh kayaknya, masak ada terop disini. Emangnya FKS ngadaiin hajatan apa
dalam benakku.

“Ms yg mana sanggarnya? Saya dibawah terop warna merah.” Bu Husna masih ku
panggil ms waktu itu. Aku baru menggetahui namannya setelah sesi perkenalan di Sanggar
Caraka selepas itu.

“Ke barat mas, saya didepan sanggar makek baju hitam.”

Lagi google map menyesatkan, satu lagi dia bikin aku nyasar, aku bakalan langsung
komplain ke Sergey Brindan Larry Page. TUMAN.

“Langsung masuk aja Mas Fikri” sambut Bu Husna lantas ku menjabat tangganya.

Bersamaan saat ku parkir motorku, Isrofil meniup terompetnya, SANGKAKALA.

“Mana gk ada apa-apa. Aman-aman aja.” Apa kubilang, paling maen-maen doang itu
malaikat.

“Yeeee, orang yg dibangkitin alamnya dinosaurus kok. Kepedean lu!” nyengir dia.

“Asem” gue bilang.

*

Belajarlah untuk selalu berpegang teguh pada komitment anda. Jangan biarkan
egomengalahkan tekad baik yang telah tuhan anugrahkan kepad diri anda.
Hanya karena hawa nafsu untuk melanjutkan mimpi indah, membuatku bertemu
dengan dua malikat bersaudara dalam hari yang sama. Jadi panjang kan urusannya.

*

Perbincangan sudah mulai sedari tadi kayaknya. Disana sudah ada beberapa orang
yang terlihat amat antusias menyimak Kak Hiday ber-orasi. Awalnya sih agak sedikit minder.
Diantara mereka semua hanya aku dan labib yang tergolong tidak berhijab. Sedangkan
Dzakwan sendiri lebih memilih nongkrong diatas motor menolak bergabung dengan kami.

“Pantek kau wan” protesku dalam hati.

Setelah memperkenalkan diri, begitu cepatnya aku terbawa arus pembicaraan yang
hangat dan bersahabat.

“Sekarang kita coba pergunakan waktu 5 menit saja, tulis dibuku kalian masing-
masing. Apa alasan dan gagasan yang membuat anda-anda sekalian tergugat untuk menulis”
tutur Kak Hiday.

Dalam sekejap, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang paling dungu didunia ini.
Aku pergi berkumpul bersama orang-orang berpindidikan. Berkumpul dan membicarakan
dunia kepenulisan. Sementara didalam tas ku tertelungkup topi dan seutas handsate sebatang
kara. Mereka pun tak tahu menahu, alasan apa yang membawa mereka ke tempat itu. Begitu
terhinanyadiriku. Dimana buku dan pena yang seharusnya ada dalam tasku saat itu? Mereka
tergolek lemas di meja belajarku.

Disela kegaduhan dan keresahan akan kebodohanku. Bu Husna menjadi
penyelamatku. Dialah Lone Rangerku.

“Mas Fikri gk bawa pulpen toh?” sembari menyodorkan pena kepadaku.

“Ngak bu, lupa tadi buru-buru.” Kebohongan macam apa ini.

“Kertas juga gk bawa?” tanpa menunggu jawaban dariku lantas Bu Husna menyobek
selembar kertas untukku.

“Makasih bu” Gusti, kenapa engkau menciptakan hamba segegabah ini.

Dzakwan hanya bisa cengar-cengir dari jauh. Tidak tahu dia, temannya ini dari tadi
mengeliat seperti cacing kepanasan.

Setiap diantara kami dituntut untuk melafadzhkan apa yang kami tulis dalam kurun
waktu 5 menit itu. Intisari yang ku tangkap dan ku analisa dari kebanyakan alasan kami
adalahpanggilan hati yang menunggu dan menuntut untuk dicurahkan dan dituangkan.
Dengan menulisbisa mengobati sekaligus mengkover kebutuhan hati yang meluap itu.

Di Sanggar Raka aku benar-benar menemukan asubsi hidup yang aku butuhkan
selama ini. Aku serasa menemukan diriku sendiri yang tersirat di wajar kakak cantik nun
semangat.

Di Sanggar Raka jendela tentang dunia sastra, literasi, dan seanteronya mulai mengamblang
luas dihadpanku.

Ahad, 17 Maret 2019
03:17 WIB

Komentar