Langsung ke konten utama

PUISI TENTANG SAHABAT

 
DIPOSKAN OLEH NAJIB FACHRUDDIN THOHA-Sebelumnya saya ingin berterima kasih kepada Muhammad Fikri Fuadi (bujhel) yang telah memberikan saya inspirasi untuk menulis semua ini.


DEAR SAHABAT


Sahabat,

Hari demi hari telah kita lewati. Hari-hari yang penuh makna dan arti. Tertawa, sedih, duka. Semua begitu indah. Ingatkah dulu? Kita sering tersenyum disini. Bercerita layaknya kita orang terhebat. Kita saling tukar masalah dan kebahagiaan. Di tempat yang sesederhana ini. Selalu ada cerita yang menarik.

Sahabatku,

Terima kasih, kamu selalu ada saat bahagiaku. Meluangkan waktumu untuk kesedihanku. Hibur aku saat aku terpuruk. Selalu bantu aku disaat aku terjatuh dari sesalku.

Aku minta maaf, Jikalau aku sering membuatmu marah, membuatmu malu, ataupun sebagainya.

Kini, semua itu sudah menjadi kenangan. Hanya sebagai angan. Kamu sekarang sudah pergi. Pergi dengan penuh kegembiraan. Sekarang hanya ini yang bisa aku pelampiaskan, untuk menuangkan rasa rindu.

Akan tetapi, kamu sekarang sudah berubah. Kamu sekarang sudah tidak butuh aku lagi. Mungin kamu sudah terlalu bahagia dengan orang-orang disekitarmu. Sampai-sampai kamu lupakan kebersamaan kita dulu. Aku juga ngak berhak untuk menegurmu. Mungkin disana kamu ada yang lebih peduli.

Kini sudah lama banget, kita jarang ketemu. Sekarang konteka saja sudah ngak pernah. Aku hanya ingin mengatakan. Kalau aku sangat rindu. Rindu dengan kamu yang dulu, bukan rindu kamu yang sekarang. Sekarang kamu bukan sahabat yang bisa aku kenal dulu. Sekarang kamu sibuk dan sibuk. Bisakah kamu disini sebentar? Biarkan aku bisa tertawa lepas seperti tertawa saat bersamamu.

Tapi semua itu ngak mungkin terjadi. Mungkin masanya saja sudah habis. See you again kawan, kamu adalah anugrah dari tuhan untukku. Jangan lupakan aku ya. -_-

Aku disini merasa sepi tampa kebersamaan kita. Kalau memang kita tidak bisa bertemu, setidaknya aku masih bisa do'a kan kamu dari sini.

Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih ya.

Sampai jumpa lagi.

(Tuban, 16 April 2019) 


DETIK YANG KUMILIKI

Takdir macam apa yang kau siapkan untukku?
Cobaan apa lagi yang ingin kau anugrahkan kepadaku?
Tak puaskah kau dengan kesendirianku?
Masih belum cukup kau belenggu diriku?

Seribu pertanyaan ku hadiahkan kepadamu
Sanggup kah kau beri ku satu jawaban saja
Beriku ku setidaknya satu pengertian kecil
Kenapa kau memberi kebahagiaan lantas kau ambil begitu saja

Mata ini tak berhenti melihat
Lisan ini tak berhenti menggucap
Telinga ini tak berhenti mendengar
Bahkan jantung ini tak berhenti berdetak
Namun semua itu bohong
Aku tak mengingingkannya
Aku tak butuh semua itu
Apalah arti kesempurnaan ini
Jika aku harus pergi meningalkanmu

Tertunduk lemas dipelukmu
Terbujur kaku dihadapanmu
Terbaring lelap disisimu
Lebih berharga dari setiap detik yang kumiliki saat ini.

(Tuban, 28 Maret 2019)

  

TIMPANG

Aku ini orang timpang
Jaringan mesin dalam diri saya kurang seimbang
Tanpamu aku merasa pincang
Seperti layangan dengan teraju timpang
Aku tak seimbang

(Tuban, 21 Maret 2019)


SATU HURUF

Lebih dari sekedar kesepian
Lebih dari sekedar kekosongan

Telah kutata perasaanku
Telah kupusatkan pikiranku
Telah kuletakkan jiwaku
Dan telah kuberikkan sikap terhadapnya

Berilah setidaknya aku pengertian kecil
Kenapa tak satu kalimat pun
Bahkan tak satu kata pun tidak
Bahkan tak satu huruf pun
Yang boleh kudambakan kepadannya.

(Tuban, 5 April 2019)



MENUNGGU PAGI

Malam semakin larut, sebatang kita duduk berdua. Pagi tadi aku memberanikan diri, malam ini sedera saksi.

Besok hari senin, sahur aku yang menyiapkan. Dikau tidur terlelap sedari tadi. Gontai kau berjalan. Sosokmu muncul disela lorong kesunyian. Aku telah lama menunggumu kawan.

Jaketmu itu, aku pernah memintanya bukan? apa kau ingat? entah kau lapar atau tidak, yang jelas waktu itu kita makan berdua, makan sahur tepatnya.

Dua jam sudah kita bercengkrama, dua jam sudah kita bicara. Aku sibuk bertanya tentangmu. Kamu sendiri sibuk dengan permainan kartumu.

Kamu tahu cerita kayu dan api? Kayu jatuh cinta kepada api. Mereka terus bersama menunggu pagi.

(21-1-2019)


BELAJAR MEMBACA

Melalui dinding-dinding ruang kelas, juga dimeja-meja kayu yang penuh ukiran.

Aku belajar membaca.

Dipertemuan malam serentak jam belajar malam, berkemeja membawa buku.

Melalui rambut klimis, jenggot Jarwo, juga pada ayam geprek dan larutan penyegar lasegar.

Dijam-jam pelajaran, dihardisk penuh berisi film, dihp smartphone pembawa sial, serta stand koperasi pelajar.

Aku belajar membaca.

Melalui puasa sunnah hari senin dan kamis, sholat tahajud dispertiga malam, juga jadwal piketmu setiap senin sore.

Disela hiruk piruk ujian kelas enam gelombang pertama, disetiap lembar buku yang kau telaah, disetiap baris yang engkau hafal, disetiap kalimat yang engkau ucapkan, disetiap malam sebelum tidur, disetiap makan pagi siang dan malam, disetiap 5 waktu sholat dirumah tuhan, aku masih melakukan hal yang sama.

Aku belajar membaca.

Dimatamu, keningmu, belakang telingamu, leher, dan tanganmu, aku belajar membaca.

Pada semesta alam yang luas, matahari, bulan, dan bintang. Aku belajar membaca.

Aku terus belajar membaca, sebab selalu ingin tahu apa jawaban teka-teki yang bisa membuatmu tetap bersama.

Denganku.

(21-1-2019)


HUJAN YANG MERINDUKANMU
(Garin dan Bujhel)

Ransel yang kedinginan ditenda malu-malu mengatakan, bahwa ia juga rindu kepadamu.

Ia rindu kau ada disini, menunggu sampai hujan reda.

Air hujan yang kini singgah ditenda kain yang berlapis terpal juga selalu bertanya-tanya.

Kapan kau akan kembali dan menikmati rintiknya dengan bercengkrama.

(22-1-2019)


JAS BASAH

Maaf,

Dalam kebodohanku akan perbuatan
Dalam kebohonganku atas kecemasan
Dalam kecerobohanku perihal kesempatan
Dalam kesombongku tentang keberuntungan
Dalam ketenanganku dan kegelisahan
Dalam kekalahanku akan perlawanan

Izinkan aku meluapkan semua itu
Disela dirimu, waktumu, dan egoisku
Terimakasih telah kau beri pundakmu
Hanya itu yang aku punya

Maaf jikalau jas mu basah perihal penyesalanku.

(25-3-2019)





Komentar

Posting Komentar